Adab Menuntut Ilmu


Oleh : Ustadz Bachtiar Nasir

Ustadz, bagaimana caranya agar ilmu bermanfaat buat saya dan orang lain, serta dapat membahagiakan kedua orang tua saya?

Andika Tiara Sakti  — Pancoran

Jawaban :

Ilmu adalah cahaya Allah SWT untuk orang beriman yang meninggalkan maksiat, sebagaimana pesan guru Imam Syafii bernama Waqi’ ketika beliau merasa kesulitan menghafal dan memahami ilmu. Waqi’ berkata, “Ketahuilah, ilmu — yang berkah — adalah cahaya dari Allah dan ketahui pula cahaya Allah tak menyinari orang yang bermaksiat.”

Ada beberapa adab yang harus diperhatikan para pencari ilmu. Pertama, ikhlas menuntut ilmu karena Allah, baik saat belajar maupun mengamalkannya. Dari Abu Hurairah, ia menyatakan Rasulullah bersabda, “Barang siapa mempelajari ilmu dari ilmu-ilmu yang (semestinya) dipelajari hanya karena wajah Allah, namun ia mempelajarinya untuk mendapatkan tujuan keduniaan, ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR Ibnu Majah, Abu Daud, Hakim, dan Ibnu Hibban).

Kedua, tingkatkan selalu ketakwaan kepada Allah karena dengan jalan ketakwaan, seorang hamba akan mendapatkan ilmu dari-Nya dan Allah akan memudahkan segala urusannya. “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah [2]: 282). Siapa yang bertakwa kepada Allah, ia diberi kemudahan dalam urusannya. (QS Al-Thalaq [65]: 4).

Ketiga, mencari guru dan memilih ulama yang dipercaya kedalaman ilmunya juga kemuliaan akhlaknya agar kita tidak tersesat. Ibnu Sirrin, seorang tabiin, mengatakan, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.” Hanya ulama yang betul-betul berilmulah yang takut kepada Allah SWT.

Keempat, tuntutlah ilmu dengan sabar karena ilmu adalah sesuatu yang agung. Hal yang agung tak akan dapat dicapai kecuali melalui jerih payah.

Kelima, amalkan apa yang telah dipelajari karena tujuan menuntut ilmu adalah agar bisa beribadah kepada Allah. Siapa belajar ilmu, tapi tidak mengamalkannya, ia sama seperti orang munafik yang diajari Taurat, tapi tak mengamalkan isinya.

Keenam, carilah sahabat dan lingkungan yang menunjang belajar dan meningkatkan pengetahuan. Sahabat dan lingkungan buruk akan menjerumuskan kita ke jurang keburukan.

Ketujuh, gunakan waktu sebaik-baiknya semasa muda. Alasannya, masa muda sangat tepat untuk mengukir jiwa dengan ilmu, sifat mulia, dan prestasi.

Kedelapan, perhatikan adab dan perilaku terhadap guru, yaitu selalu menghormati dan memuliakan guru. Imam Syafii mengatakan, ia berusaha membolak-balik kertas secara pelan-pelan di depan gurunya, Imam Malik, agar jangan sampai terdengar olehnya demi untuk menghormatinya.

Dengarlah dengan baik keterangan guru serta tidak memotong pembicaraannya, ajukan pertanyaan kepadanya dengan penuh kesantunan, jangan menyalahkannya di muka orang banyak dengan cara yang tidak sopan, ketahui hak seorang guru terhadap muridnya, doakan kebaikan untuknya, jangan mencari-cari kesalahan guru.

Bila guru salah, berusahalah dapat memahaminya karena memang tidak ada manusia yang tidak berbuat salah, jangan menyebarkan aib dan rahasianya, dan jangan pula berlebih-lebihan terhadapnya. Meskipun diperintahkan memuliakan dan menghormati guru, kita tidak boleh melewati batas yang dibolehkan Islam, seperti mengultuskannya.  Wallahu a’lam bish-shawab

Sumber : Konsultasi Agama, Republika, Kamis, 1 November 2012 / 16 Dzulhijjah 1433

 ΩΩΩ

Entri Terakhir :


About Jalan Kehidupan

Blog ini hanya menyajikan ulang berbagai masalah keagamaan dalam bentuk tanya jawab dengan para ulama yang pernah diterbitkan di berbagai media cetak. Admin tidak menyediakan fasilitas tanya jawab dengan para pengunjung blog ini. Terima kasih.
This entry was posted in Akhlak, Bachtiar Nasir, Pendidikan and tagged , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment