Pilkada Selalu Ricuh


Oleh : Ustadz Bachtiar Nasir

Pilkada Ricuh ( Foto : Antara / Muzakkir )

Ustadz, sering kali terjadi kericuhan dan bentrok antarwarga hanya karena masalah pilkada, baik pemilihan gubernur, bupati, maupun wali kota. Bagaimana Islam melihat permasalahan ini?

Anwari Hrp — Medan

Jawaban :

Ricuh pilkada, baik yang berakhir anarkis maupun tidak, adalah keniscayaan dari sistem yang jauh dari norma-norma agama dalam proses rekruitmen dan suksesi calon pemimpin negeri ini.

Tanpa kita sadari, sesungguhnya kita sudah terperangkap pada sistem animisme dan dinamisme kontemporer. Uang dan kekuasaan sudah menjadi berhala yang disembah dan seakan memiliki kekuatan magis yang dapat mengubah nasib secara instan.

Rasulullah SAW mengingatkan dampak dari itu semua dalam sebuah hadis. Dari anak Ka’ab bin Malik al-Anshari dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada kerusakan yang ditimbulkan oleh ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan yang tinggi.“ ( HR Tirmizi, al-Nasa`i, Ahmad, Ibnu Hibban, Thabrani, dan al-Baihaqi ).

Tak dimungkiri jika kekuasaan dapat menjadi penyebab terciptanya struktur sosial yang baik dan sebagai sarana yang tepat untuk menegakkan nilai-nilai Ilahiah dalam kehidupan sosial.
Tetapi, pada saat yang sama, ia juga akan menjadi sumber bencana jika tidak melalui prosedur Ilahiah sejak awalnya.

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Sungguh kalian akan sangat berambisi terhadap kekuasaan, padahal ia akan menjadi sebab penyesalan di hari kiamat nanti. Kekuasaan adalah sebaik-baik yang menyusui ( tempat ia memberikan kehormatan, harta, kekuasaan, dan ketundukan orang lain ), dan sejelek-jelek penyapih ( pada akhirnya akan menjadi penyesalan ketika menghadapi kematian untuk mempertanggungjawabkannya di hari akhir ). ( HR Bukhari ).

Konsekuensi dari kesalahan proses dan sistem dalam mencapai kekuasaan akan memberikan dampak fatal bagi kehidupan sosial. Di antara yang melekat dengan proses pencapaian kekuasaan adalah kerusakan dan pertumpahan darah serta kematian. Padahal, hilangnya satu nyawa yang sia-sia bagai telah membunuh semua manusia.

Allah SWT berfirman, “Oleh karena itu, Kami tetapkan ( suatu hukum ) bagi Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan, barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.“ ( QS Al-Maidah [5]: 32 ).

Apalagi, jika nyawa yang terbunuh itu adalah nyawa orang yang beriman, akan lebih besar lagi dosa yang akan ditanggung oleh semua yang terlibat dalam kasus tersebut, termasuk pemimpin yang membiarkan peristiwa itu terjadi. Bahkan, boleh jadi si calon pemimpin itulah yang lebih berat siksanya di akhirat kelak.

Kepada semua yang terlibat dalam proses suksesi kepemimpinan hendaknya mereka menyadari betul bahwa amanah kekuasaan itu akan menjadi beban, yang memberatkan dari dunia sampai akhirat kelak. Jangan berlaku anarkis demi menginginkan jabatan. Meminta saja terlarang dalam etika suksesi Islam.

Untuk itu, umat Islam dituntut untuk tidak terprovokasi dengan ulah para pemburu kursi dan jabatan. Umat Islam harus menggunakan hak pilihnya dengan bijak dan penuh tanggung jawab dengan memilih calon yang memang bertujuan membangun dan menyejahterakan rakyatnya, bukan hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya.

Karena itu, sesuai aturan mainnya, jika calon yang didukung kalah, kita harus bisa menerima hasil tersebut dengan lapang dada untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi pada masa yang akan datang. Atau jika memang terdapat kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan itu tentu ada jalur yang legal untuk mengajukan aduan dan melakukan protes.

Dan, kepada pemerintah dan pembuat sistem pemilihan itu, tentu kita berharap dan mendesak mereka agar memperbaiki sistem yang ada sehingga bisa meminimalisasi kecurangan dan kesalahan, dalam proses pelaksanaan pemilihan itu. Sehingga setiap kelompok bisa dengan lapang dada menerima hasilnya karena memang dilaksanakan dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Wallahu a’lam bish shawab

Sumber : Konsultasi Agama, Republika, Rabu , 13 Juni 2012 / 23  Rajab 1433 H

Foto : Antara News

ΩΩΩ

About Jalan Kehidupan

Blog ini hanya menyajikan ulang berbagai masalah keagamaan dalam bentuk tanya jawab dengan para ulama yang pernah diterbitkan di berbagai media cetak. Admin tidak menyediakan fasilitas tanya jawab dengan para pengunjung blog ini. Terima kasih.
This entry was posted in Bachtiar Nasir, Dunia Islam and tagged , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment